Nama : Melisa Irnadianis NM
NIM : 01218071
Membahas kasus pelanggaran etika bisnis memang cukup menarik akhir-akhir ini pasalnya etika bisnis merupakan hal yang wajib dipatuhi oleh pelaku bisnis. Berikut ini ada beberapa contoh kasus pelanggaran etika bisnis .
1. Kasus Pelanggaran Etika PT Infiniti Wahana ( Infiniti )
Di baik penjualan saham PT Zebra Nusantara Tbk ( ZBRA ) oleh pengendali saham PT Infiniti Wahana ( Infiniti ) kepada PT Trinity Healthcare ( THC ) yang merupakan perusahaan keluarga Hary Tanoe ,asih menyisakan masalah bagi pemegang saham ZBRA, pasalnya PT Borneo Nusantara kapital yang juga pemegang saham ZBRA merasa dirugikan atas apa yang dilakukan Infiniti.
Etika dalam berbinis, seperti jujur, terbuka dan kehati-hatian harus diperhatikan agar tidak memberikan dampak atau moral hazard yang merugikan orang lain. Hal inilah yang disampaikan praktisi pasar modal Kuntho P. menyikapi kasus pembatalan transaksi jual beli saham secara sepihak yang dilakukan oleh IW sebagai pengendali saham ZBRA kepada PT Borneo Nusantara Kapital.
Kuntho mengatakan, apa yang telah dilakukan Infiniti dengan membatalkan transaksi beli saham kepada PT Borneo Nusantara Kapital secara sepihak merupakan sebuah pelanggaran dan tidak menunjukkan etika bisnis yang baik, ”Jelas apa yang dilakukan Infiniti sangat merugikan Borneo Nusantara Kapital, disaat transaksi jual beli saham sedang berlangsung diputuskan secara sepihak tanpa ada kompensasi yang diberikan dan termasuk kesepakatan batal antara kedua belah pihak,” ujarnya di Jakarta (7/6/2021).
Menurutnya, sikap yang dilakukan Infiniti jelas melecehkan bagi Borneo Nusantara Kapital dan hal ini akan menjadi preseden bila tidak diberikan sanksi tegas oleh otoritas pasar modal. Selain itu, apa yang telah dilakukan Infiniti akan menjadi contoh buruk bagi industri keuangan di pasar modal dan tentunya akan membuat sikap semena-mena terhadap investor ritel lainnya.
Sejatinya dalam transaksi dalam jual beli saham di pasar modal sesuai peraturan yang ada, ketika pemegang saham pengendali akan melepas saham harus terlebih dahulu menawarkan kepada pemegang saham lainnya sebelum dibuka keluar dan bukan sebaliknya. Hal inilah yang telah dilakukan oleh Infiniti ketika transaksi jual beli saham dengan Borneo Nusantara Capital berlangsung dan terikat, justru sebaliknya membatalkan jual beli dan lebih memilih menjual saham kepada PT Trinity Healthcare (THC) yang merupakan perusahaan milik Rudy Tanoe.
Kuntho sendiri melihat ketika masalah antara pemegang saham ZBRA dengan Borneo belum menemui jalan keluarnya akan memberikan dampak terhadap aksi korporasi ZBRA yang bakal menggelar rights issue.”Bisa jadi Rudy Tanoe yang baru masuk sebagai pemegang saham ZBRA akan menunda eksekusi rights issue sambil ada kepastian hukum atau harganya bisa anjlok,” ungkapnya.
Sebagai informasi, pada akhir tahun 2018, PT Borneo Nusantara Kapital melakukan transaksi pembelian saham ZBRA kepada IW sebagai pemegang saham pengendali sebesar 642 juta lembar saham atau 75% dari seluruh total modal disetor dengan harga pembelian sebesar Rp 50 miliar.
Pada perjanjian transaksi tersebut, PT Borneo Nusantara Kapital telah menyetorkan uang sebesar Rp 3 miliar sebagai bagian uang muka pembelian sebagaimana disepakati bersama dan sisanya akan dilunasi setelah pihak Infiniti menyerahkan persyaratan pendahuluan untuk keperluan due diligence dan laporan keuangan perseroan (ZBRA) serta membuka suspensi atas saham ZBRA yang telah dikenakan bursa sejak Juli 2017.
Sampai tahun 2019, dokumen persyaratan pendahuluan yang ditagih pihak Borneo Nusantara Kapital sebagai pembeli juga belum diberikan dan pada akhirnya di tahun 2020, pihak Infiniti Wahana berniat membeli kembali saham yang sudah di jual kepada Borneo Nusantara Kapital dengan nilai transaksi yang sudah dilakukan Rp 2 miliar.
Di tengah transaksi THC membeli 51% saham IW di Zebra di tahun 2021, rupanya pihak Infiniti kembali menuntut pembelian kembali sisa saham ZBRA kepada Borneo Nusantara Kapital dengan harga pembelian saham di Rp 50 per lembar saham dan hal inipun ditolak perseroan karena perjanjian transaksi jual beli saham bersyarat masih berlanjut. Namun alih-alih perseroan menagih kelanjutan transaksi jual beli saham, pihak Infiniti malah sebaliknya melaporkan perseroan dengan tuduhan penggelapan saham dan penipuan. Pihak Infiniti sendiri membatalkan perjanjian jual beli saham secara sepihak.
Pihak Borneo menegaskan dalam surat kepada Infiniti bahwa pihaknya tidak pernah lalai terhadap “Perjanjian Jual Beli Saham Bersyarat” yang telah disepakati bersama dengan Infiniti. Bahwa meskipun perjanjian tersebut tidak lazim dilakukan dalam pengalihan sejumlah saham, namun menurut hukum perjanjian tersebut mengikat kedua belah pihak yang mengadakannya untuk saling melakukan hak dan kewajibannya masing-masing dengan baik, sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 jo 1338 KUHPerdata
2. Pelanggaran Iklan Industri jasa Keuangan
Saat ini di tengah maraknya media digital yang kemudian melahirkan media sosial, industri jasa keuangan banyak yang memanfaatkannya sebagai media pemasaran. Iklan-iklan jasa keuangan berbasis teknologi (fintech) ini banyak menyasar masyarakat kelas menengah bawah dengan menggunakan berbagai aplikasi media sosial.
banyak pola pemasaran dalam iklan-iklan fintech dan industri jasa keuangan umumnya itu cenderung melanggar pedoman yang sudah ditetapkan. Harus ada kesadaran dari praktisi lembaga jasa keuangan untuk senantiasa mengedepankan etika. Di sinilah urgensi etika dalam beriklan,
Sebagaimana Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011, OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan yang meliputi kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan kegiatan jasa keuangan lainnya.
Sedangkan tugas utama OJK adalah melaksanakan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal, dan lembaga keuangan bukan bank
3. Pelanggaran Iklan So Klin
Untuk mengurangi kemungkinan pelanggaran-pelanggaran etika dalam beriklan serta mengurangi resiko penipuan publik dalam iklan maka Dewan Periklanan Indonesia (DPI) membuat tata krama dan tata cara dalam beriklan yang disebut dengan Etika Pariwara Indonesia (EPI).
Walaupun sudah disusun Etika Pariwara Indonesia (EPI) sebagai pedoman tentang tata krama dan tata cara dalam beriklan namun pelanggaran-pelanggaran etika periklanan di Indonesia masih sering terjadi. contoh iklan yang melangkar EPI salah satunya adalah iklan TV Softener So Klin untuk varian Twlight Sensation. Iklan pelembut pakaian tersebut dinilai tidak memperhatikan peraturan siaran iklan, pembatasan muatan seksual, ketentuan perlindungan anak dan remaja, serta normal kesopanan. Iklan tersebut terlihat berulang kali menyorot bagian paha dan dada model wanita di dalamnya. Wakil ketua KPI sudah memberikan teguran dan memberikan kesempatan perusahaan pemilik iklan tersebut untuk melakukan editing dengan tidak menyorot bagian tubuh wanita yang dirasa terlalu vulgar.
Pelanggaran yang di lakukan oleh Softener So Klin ini adalah berulang kali menyorot bagian paha dan dada model wanita di dalamnya. Hal ini telah di jelaskan dalam Pasal 36 ayat 5 Undang-undang No 32 tahun 2002 yang berbunyi: "Isi siaran dilarang menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika dan obat terlarang". Lebih detil perihal unsur cabul diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang diterbitkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang menyebutkan antara lain dalam Pasal 18 Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran, sebagai berikut diantaranya: "dilarang mengeksploitasi dan/atau menampilkan bagian-bagian tubuh tertentu, seperti: paha, bokong, payudara, secara close up dan/atau medium shot.
4. Pelanggaran etika CSR
Sungai citarum masuk dalam kategori sungai terkotor di dunia, Sungai citarum dicemari oleh kurang lebih 20.000 ton sampah dan 340.00 ton air limbah fengan mayorias penyumbang limbah tersebut berasal dari 2000 industri tekstil. Perusahaan sebagai bagian dari masyarakat memiliki tanggung jawab sosial untuk memperhatikan kondisi stakeholder yang dalam kasus Sungai Citarum adalah lingkungan hidup dan masyarakat yang terkena dampak akibat pencemaran yang terjadi di sepanjang Daerah Aliran Sungai Citarum. Tanggung jawab sosial perusahaan atau yang biasa disebut sebagai Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan proses penting dalam berbisnis sebagai gestur perusahaan untuk memberikan kembali sebagian dari keuntungan yang didapatkan dari masyarakat untuk kesejahteraan masyarakat. Hal ini semakin populer seiring dengan berkembangnya diskusi global maupun lokal terhadap isu-isu lingkungan dan sosial yang terjadi di masyarakat. CSR juga merupakan bagian dari konsep Triple Bottom Line yang dikemukakan oleh John Elkington. Pada konsep ini, perusahaan harus memiliki perhatian yang sama terhadap lingkungan hidup dan sosial sebagaimana mereka memberikan perhatian untuk menghasilkan keuntungan yang tertuang dalam tiga aspek yaitu profit, people, dan planet. Triple Bottom Line bertujuan untuk mengukur perusahaan dalam memberi dampak terhadap lingkungan selama mereka beroperasi.
Pencemaran lingkungan hidup menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU PPLH”) adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
5. Pelanggaran Iklan Pompa Shimizu
Pertama, perempuan terlihat sebagai obyek pemuas seks kaum pria. Terlihat dari busana yang digunakan model iklan tersebut. Kedua, penggunaan wanita sebagai media sensualitas iklan yang terdapat dalam iklan "New Era Boots" termasuk dalam salah satu budaya kapitalisme yang terdapat di dalam media. Ketiga, Figur perempuan cenderung dianggap sebagai sub-ordinat laki-laki, yaitu berupa 'pelengkap' dalam iklan. Perempuan menjadi bagian tertindas dalam labirin iklan, serta menjadi korban konsumerisme yang menguntungkan segelintir pihak. Keempat, Mengenai tanda-tanda tersembunyi di dalam.
Jenis pelanggaran ini di kategorikan sebagai pelanggaran atas larangan adegan seksual, ketentuan siaran iklan,perlindungan anak dan norma kesusilaan dan kesopanan.
Hal ini telah di jelaskan dalam pelanggaran pasal 36 ayat 5 undang undang nomor 32 tahun 2002 yang berbunyi" isi siaran di larang menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkoba dan obat terlarang.
#narotamajaya
#pebisnismuda
#bangganarotama
#narotama.ac.id
#suksesselalu